BREAKING NEWS

Info PPDB

Hasil Karya Siswa

Pengumuman

Jumat, 23 Desember 2011

Menempa Jiwa


Cukuplah orang tua dikatakan menyengsarakan hidup anak apabila ia membiasakan hidup mudah. Segala sesuatu yang mereka perlukan telah tersedia dengan mudah, nyaris tanpa usaha berarti, padahal, pengalaman berusaha dan menyelesaiakan masalah akan menignkatkan kapasitas pribadi seseorang. Sehingga semakin banyak masalah yang mampu ia selesaiakan, semakin tinggi nilai hidupnya.
Sesunguhnya orang tua yang kejam adalah merekan yang tidak memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan di usia itu. Kejamlah seorang ibu yang masih selalu menyuapi anaknya, setiap saat, padahal anak seharunya sudah bisa makan sendiri. Kejamlah seorng bapak yang selalu melayani keinginan anak dan memenuhi permintaan mereka. Padahal anak-anak itu kelak harus memiliki kecakapan men-tasharuf-kan hartanya. Kejamlah orang tua hanya memberi uang dan fasilitas berlimpah kepada anaknya tanpa memberi tanggung jawab, kewajiban dan tantangan kepada mereka.
Mari kita belajar dari pohon apel. Sesungguhnya apel tidak berbuah kecuali setelah daunya rontok. Jika ia ditanam di negeri yang tidak mengenal musim gugur, maka kitalah yang akan membantu agar apel tersebut berbuah. Kita membantu mengurangi daun-daunnya.
Pelajaran apa yang bisa kita petik? Perlu tantangan sebelum berbuah. Ada tantangan secara alamiah dihadapi karena kondisi yang tidak terelakan. Tetapi jika kondisi yang diperlukan tidak tersedia, maka kitalah yang harus merancang agar ada tantangan yang”menggairahkan”.
Jika kita menilik sejarah, orang-orang besar adalah mereka memiliki catantan panjang tantang ketanguhan, ketegaran, kegigihan, kejujuran, integritas, yang tinggi, keberanian dan tekad yang kuat untuk menyelesaikan setiap masalah dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan rambu-rambu yang telah di berikan oleh Allah Ta’la dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ( SAW). Mereka di tempa oleh tantangan yang dating berjenjang- jenjang. Awalnya ringan dulu, lalu datang lagi tantangan yang lebih berat.
Bahkan tidak sedikit orang besar yang sejak lahir sudah dipenuhi kesulitan dan tantangan. Ia lahir dalam kesulitan, besar dalam kesulitan dan kemdian tumbuh menjadi manusia yang sanggup mengatasi berbagai kesulitan yang orang lain takut membayangkannya.
Mereka banyak menghadpi kesulitan, tetapi pada saat yang sama ada kekuatan jiwa untuk menghadapinya. Terkadang kekuatan itu mengalir dari hadirnya seorang ibu yang senantiasa memberi dukungan ketika ia merasa tak sanggup lagi. Di antara orang-orang sukses, banyak mengawali hidupnya dengan berbagai kesulitan. Bahkan sebagian mereka bahkan pernah merasa tak sanggup menghadipnya, lalu ia berikrar agar anaknya tak pernah menjumpai kepahitan hidup yang serupa. Tetapi ia lupa membedakan kepahitan hidup berbeda dengan tantangan. Alih-alih tak ingin anaknya sengsara, justru menghindarkan anak dari tantangan. Diam-diam menjadikan anaknya tak berdaya dengan melimpahi mereka fasilitas dan kemudahan.
Padahak, berlimpahnya fasilitas tanpa tantangan menjadikan anak lemah secara mental, rendah daya juangnya, mudah frustasi karena tak terbiasa menghadapi kesulitan, dan tidak memiliki keterampilan memadai dalam menyelesaikan persoalan hidup sehari-hari. Mereka inilah yang rawan terkena penyakit affluanza.
Apakah afflueanza itu ? o, banyak sekali definisi yang bisa kita temukan pada kata ini. Tetapi ada beberapa hal yang mempersamakan dari berbagai definisi itu, yakni bahwa afflueanza merupakan kondisi ketika orang menakar keberhasilan dan kebahagiaan dari beberapa banyak uang yang dimiliki, berapa mewah barang yang dikonsumsi, dan beberapa lengkap perangkat yang dipunyai beserta segala kemudahan yang bisa dibeli. Mereka dimanjakan oleh uang karena orang tua sudah merdeka secara financial, tetapi hati mereka hampa dan kebahagiaan sangat jauh dari kehidupan. Semakin mereka menganggap bisa membeli kebahagiaan dengan uang, semakin kering hidup mereka, semakin jauh pula kebahagiaan itu menghindar dari mereka. Di saat itulah mereka semakin sibuk mengejar… denga uang yang mereka punya !!
Padahal, itu justru membuatnya semakin tidak bahagia. Tetapi tak ada pilihan buat mereka sebab yang mereka ketahui, uang bisa beli apapun. Sejak kecil mereka dibesarkan denga kemudahan dan fasilitas, sehingga mereka justru menemukan banyak kesulitan dalam hidup. Apa yang sederhana buat orang lain, bisa menjadi kesulitan besar bagi dirinya.

Perlunya tantangan

Jadi apa yang membuat anak-anak itu lemah dimasa dewasanya? Mereka tak berdaya karena otot mereka, otak mereka dan mental mereka tak pernah ditempa. Mereka lemah karena terlalu banyak dimanja oleh fasilitas berlimpah. Mereka menemui banyak kesulitan karena terbiasa hidup serba mudah. Sesungguhnya, apa yang berat bisa tersa ringan, apabila kita memperoleh tempaan yang cukup untuk menghadapi tantangan. Semakin banyak tantangan yang mampu kita hadapi, akan kuatlah kita denga izin Allah ta’la.
Perlunya memberi kesempatan kepada anak untuk menghadapi tantangan bukan berarti orang tua harus membiasakan anak hidup sulit. Sangat berbeda mempersulit keadaan dengan menempa anak menghadapi kesulitan. Kita memberi kesempatan kepada anak untuk belajar dengan memberinya tanggung jawab, memberi mereka tugas untuk menyiapkan, mengatur dan menjaga apa yang mereka perlukan dalam hidup sehari-hari, serta memberi mereka kesempatan bagi mereka untuk belajar mengurusi dirinya sendiri. Jadi, bukan mereampas hak mereka untuk belajar mandiri.
Bayi usia 1, 5 Tahun misalnya secara alamiah mereka akan terdorong untuk belajar makan sendiri. Tentu saja karena belum memiliki cukup keterampilan, hasilnya bisa belepotan dan mengotori lantai. Tetapi jika atas nama kasih saying, kita tidak memberi kesempatan sehingga kia selalu menyuapinya, anak itu akan terhambat kemampuannya dan sulit tumbuh kemandiriannya.
Di usia-usia berikutnya ketika anak sudah saatnya untuk otonom, kita perlu membimbing mereka untuk menyiapkan sendiri buku pelajaran yang akan di pakai besok dan menyiapkan perlengkapannya. Secara perlahan kita memperkenalkan kepada mereka konsekuensi jika mengabaikan kewajiban. Pada saat yang sama kita mulai perlu memberi mereka tantangan –tantangan bukan membebani.

Di Balik Kesulitan, Ada Kemudahan
Insya Allah melalui tantangan yang datang secara bertahap itu, anak-anak akan belajar memecahkan kesulitan. Sesungguhnya, Allah Ta’ala letakkan kemudahan itu menyertai kesulitan. Bukankah Allah Ta’ala berfirman “ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudhan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q.S.Al Insyiraah:5-6).
Muhammad Sulaiman ‘Abdullah al-Asyqar meneragkan dalam tafsirnya yang bertajuk Zubdatul Tafsiir Min Fathil Qadiir bahwa maksud ayat ini ialah sesungguhnya bersama kesulitan terdapat kemudahan lain. Ibnu Mas’ud r.a dengan setatus marfu’ meneragkan seandainya kesulitan itu ada di dalam batu niscaya ia akan di ikuti kemudahan sehingga ia masuk kedalamnya kemudian mengeluarkanya dari batu tersebut. Suatu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan. Sesungguhnya Allah berfirman “ karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Sungguh membiasakan anak hidup mudah dapat melemahkan mereka dalam keterampilan hidup, berfikir dan bersikap. Bahkan bukan tidak mungkin menyebabkan mereka lemah iman. Na’udzubillahi min dzaalik ( di kutip dari majalah Hidayatullah “ kolom parenting” Muhammad Fauzil Adzim”)

Posting Komentar

 
Copyright © 2021 SD Integral Luqman Al Hakim Hidayatullah Bojonegoro
Distributed By Free Premium Themes. Powered byBlogger
banner